Dalam Tinjauan: Aksi Demonstrasi Penolakan Harga BBM 2012


Setelah dua minggu terakhir ini mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, aksi mereka akhirnya menemui jawaban pada Sidang Paripurna DPR Jumat 30 Maret lalu. Meski hasilnya mengecewakan dan tidak sesuai dengan tuntutan demonstran karena hasil akhirnya adalah pemerintah dapat menaikkan harga BBM dalam 6 bulan kedepan berdasarkan pertimbangan harga minyak dunia, namun ada yang bisa dijadikan catatan dari aksi demonstrasi yang dilakukan kemarin. Menurut data yang dikeluarkan Kontras terjadi peningkatan aksi demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM dari bulan Januari sejumlah 13 Aksi , Februari 18 aksi dan di bulan Maret meningkat hingga 97 aksi
Tabulasi Data Aksi Unjuk Rasa Terkait Isu Kenaikan BBM

Waktu
Identifikasi Pengamanan
Kondisi Demonstrasi

Korban Luka dan Ditahan

Bentrok/ Rusuh
Damai
Jumlah Aksi

Januari
Kepolisian
-
13
13
-
Februari
Kepolisian
1
17
18
1
> 22 Maret
Kepolisian, Satpol PP, TNI
29
68
97
82

30
98
128
83
Total
128

Sumber: KontraS, Januari-Maret 2012
Bahkan di hari terakhir (29/3) penentuan pencabutan subsidi BBM terdapat  92 organisasi yang melakukan aksi demonstrasi di seluruh Indonesia dengan jumlah massa lebih dari 81.000 orang (berdasarkan Data Mabes Polri) . Tentu jumlah aksi ini bukanlah hal yang kecil mengingat sebelumnya aksi demonstrasi sebesar ini (baik dalam kuantitas maupun kualitas) sudah lama tidak terjadi di Indonesia dan tidak semasif ini. Akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang terasing dari masyarakatnya tampak menemukan momentum awal untuk melakukan perlawanan dari isu pencabutan subsidi BBM kemarin.
Aksi demonstrasi yang terdiri dari ratusan orang juga sudah dilakukan di kota-kota yang sebelumnya dianggap kota tenang atau jarang melakukan aksi demonstrasi. Harian nasional Kompas (30/3) mencatat kota besar dan kecil yang melakukan aksi demonstrasi menentang kenaikan BBM ini adalah : Medan, Padang, Palembang, Riau, Jakarta, Depok, Bogor, Garut, Bandung, Subang, Semarang, Jogja, Tegal, Purwokerto, Solo, Sukoharjo, Surabaya, Malang, Samarinda, Makassar, Kendari, Ternate, Bima, dan Palu. Sebagian besar aksi demonstrasi terdiri dari elemen mahasiswa, buruh, tani, nelayan hingga kaum miskin kota. Dari aksi demonstrasi yang terjadi serempak ada hal menarik menyangkut metode gerakan yang dilakukan aksi massa menolak kenaikan harga BBM. Jika pada gerakan reformasi tahun 1998 aksi pendudukan hanya terfokus pada gedung-gedung pemerintah maka  saat ini yang diduduki oleh demonstran adalah fasilitas-fasilitas umum seperti jalan raya, jalan tol, bandara, rel kereta api dan pusat perbelanjaan. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan aksi demonstrasi puluhan ribu buruh kawasan industri Tangerang pada bulan Januari lalu menduduki jalan tol Cikampek menuntut kenaikan upah yang disepakati oleh pemerintah. Meskipun dinilai negatif alasan demonstran menduduki fasilitas umum menjadi rasional karena mereka merasa tuntutan mereka tidak didengar oleh pemerintah ketika melakukan unjuk rasa. Alasan lain yang dikemukakan adalah aksi pendudukan biasanya dipimpin mahasiswa yang tidak punya kekuatan/daya tawar untuk melumpuhkan perekonomian (seperti gerakan demonstrasi buruh) ketika mengajukan tuntutan. Itulah sebabnya mereka memilih gerakan pendudukan sebagai cara yang efektif untuk menarik perhatian masyarakat banyak bergabung dengan aksi mereka sekaligus menyuarakan tuntutan ke pemerintah.
Dari konten aksi pun terdapat variabel yang berbeda dari gerakan era sebelumnya. Jika dahulu demonstran hanya melakukan long march, pembakaran ban dan aksi teatrikal dalam tiap aksinya, maka saat ini pembakaran keranda mayat, penyanderaan mobil pemerintah, mengirim surat protes ke pemerintah dan mengumpulkan tanda tangan masyarakat menjadi hal yang biasa dalam tiap aksi. Akibat dari beberapa aksi radikal yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat kemarin adalah di represinya peserta demonstrasi dan dibubarkan oleh aparat keamanan.  Hal ini karena kesadaran masyarakat belum cukup mengerti tentang  tujuan dari diselenggarakan pendudukan tersebut. Jika kita membaca sejarah, kita harus ingat kritik Tan Malaka terhadap pemberontakan Madiun, dia mengatakan bahwa “Aksi Massa tidak mengenal fantasi kosong seorang tukang putch atau seorang anarkis atau tindakan berani dari seorang pahlawan. Aksi Massa berasal dari orang bayak untuk memenuhi kehendak ekonomi dan politik mereka."  Belajar dari situ harus ada pembacaan kondisi politik-ekonomi-sosial yang tepat terhadap masyarakat. Aksi demonstrasi bukanlah tujuan yang akan dicapai namun salah satu sarana untuk mengembangkan kesadaran masyarakat. Proses penyadaran dan pendidikan dapat dilakukan dengan cara menghidupkan kembali basis massa yang dibantu dengan masifikasi gagasan. Meski masih dipertanyakan meningkatnya jumlah pemakai internet khususnya jejaring sosial juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi dan pembagian informasi mengenai perkembangan daerah masing-masing. Tidak cukup sampai situ kekuatan media mainstream pun dapat digunakan untuk melibatkan partisipasi masyarakat yang lebih besar ketika isu yang dibawakan klop dengan kepentingan media.
   Kekuatan aksi demonstrasi saat ini tidak lagi dipandang sebelah mata oleh pemerintah ketika secara kualitas dan kuantitas bertambah jumlahnya. Represifitas aparat dalam merespon aksi demonstrasi kemarin membukakan mata masyarakat awam bahwa kepentingan politik dapat dipengaruhi oleh aksi demonstrasi. Tentang gerakan mahasiswa di dalam kampus sendiri meningkatnya jumlah mahasiswa yang turun ke jalan disebabkan karena kesadaran yang bersifat reaksioner, antara lain karena melihat demonstrasi sebagai trend yang terjadi dimana-mana (aksi heroik) dan sebagai aksi simpati karena temannya menjadi korban kekerasan yang dilakukan aparat ketika berdemonstrasi. Tentang kesadaran mahasiswa ini biasa terjadi dalam dunia kampus yang saat ini dikepung budaya hedonisme dan apatisme akut. Namun demikian sisi baiknya dari kesadaran tersebut menjadi modal yang baik untuk organisasi mahasiswa baik internal maupun eksternal untuk melanjutkan proses ideologisasinya.  
Tentang pembajakan isu oleh partai politik (baik koalisi maupun oposisi) yang jelas tidak pernah berpihak kepada rakyat seperti yang terlihat gamblang pada kasus-kasus agraria, pemberantasan korupsi dan terakhir tentang subsidi BBM, maka perluasan aliansi massa terhadap elemen masyarakat lain yang belum terjamah (pedagang kaki lima, pekerja sektor transportasi, kelompok keagamaan dll) menjadi tugas selanjutnya dari setiap gerakan massa. Setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus berangkat dari aspirasi masyarakat bukan karena lobi kepentingan partai politik seperti yang terjadi sekarang. Alternatif atas semrawutnya sistem politik dan ekonomi di dalam lingkaran kekuasaan adalah meyakinkan masyarakat dengan turun ke jalan dari segala lapisan untuk memprotes buruknya sistem neoliberalisme yang saat ini dijalankan oleh pemerintahan (presiden dan DPR) . Telah terbukti selama 12 Tahun pasca reformasi resep-resep dari IMF dan Bank Dunia justru menyebabkan kemiskinan di masyarakat dan liberalisasi di berbagai sektor ekonomi. Maka dari itu mengembalikan kedaulatan bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh pendiri bangsa bisa tercipta dari momentum aksi demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM kemarin. Enam bulan kedepan (sampai ditentukannya kembali harga BBM) memang waktu yang singkat namun bisa jadi waktu yang cukup untuk melakukan persiapan seperti yang dijelaskan di atas dalam tingkatan akar rumput (baik oleh mahasiswa maupun buruh) untuk Indonesia yang lebih baik. Semoga

Referensi
-          Tan Malaka, Aksi Massa (1926)
-          Harian Kompas 26-30 Maret 2012
-          Pemogokan Massal, Rossa Luksemburg
-          www.OccupyWallStreet.com untuk pendudukannya
-          Peserta aksi demonstrasi dimanapun kalian berada
-     Jejaring sosial

Share:

1 comments