Melihat fenomena makin maraknya komunitas-komunitas yang menyatakan
dirinya sebagai pecinta lingkungan yang biasanya didominasi anak-anak muda
serta gencarnya himbauan untuk melakukan gerakan cinta lingkungan dari
Pemerintah dan Korporasi, saya jadi tertarik untuk menulis kegelisahan saya. Gerakan
mencintai lingkungan tersebut di satu sisi memang harus didukung dan merupakan
perbuatan mulia namun gerakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman
bahwa gerakan yang berasal dari kesadaran individu tidak akan bisa menyelesaikan
masalah kerusakan lingkungan karena sesungguhnya kerusakan lingkungan yang
terjadi lebih didominasi karena sistem kapitalisme yang saat ini dilakukan
oleh korporasi multinasional yang beroperasi di berbagai Negara. Tulisan ini
untuk membedah siapa sebenarnya penyebab kerusakan lingkungan, mengkritisi CSR serta apa solusi untuk dunia yang lebih baik
Setelah dua
minggu terakhir ini mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi unjuk rasa menolak
kenaikan harga BBM, aksi mereka akhirnya menemui jawaban pada Sidang Paripurna
DPR Jumat 30 Maret lalu. Meski hasilnya mengecewakan dan tidak sesuai dengan
tuntutan demonstran karena hasil akhirnya adalah pemerintah dapat menaikkan
harga BBM dalam 6 bulan kedepan berdasarkan pertimbangan harga minyak dunia,
namun ada yang bisa dijadikan catatan dari aksi demonstrasi yang dilakukan
kemarin. Menurut data yang dikeluarkan Kontras terjadi peningkatan aksi demonstrasi
penolakan kenaikan harga BBM dari bulan Januari sejumlah 13 Aksi , Februari 18
aksi dan di bulan Maret meningkat hingga 97 aksi
Judul
itu saya ambil karena saat ini banyak sekali perbincangan mengenai aksi
demonstrasi yang dilakukan mahasiswa apalagi arahannya selalu dikaitkan
kericuhan serta efektifitas aksi jalanan yang dilakukan mahasiswa. Jika melihat
landasannya dalam konstitusi kita sudah jelas bahwa menyampaikan pendapat
adalah hak asasi yang dilindungi Negara dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang berbunyi setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Juga ditambahkan dengan pasal 28F yang berbunyi
setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Selain
itu untuk unjuk rasa sendiri juga diatur dengan UU Nomer 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Dasar hukum inilah yang menjadi landasan
ketika masyarakat dan mahasiwa melakukan aksi demonstrasi
Pada hari Kamis 15 Desember 2011 saya dan kawan-kawan dari HMI Cabang Surakarta mengadakan aksi solidaritas untuk Sondang Hutagalung, mahasiswa yang meninggal karena membakar dirinya sendiri di depan istana. Tentu saya dan kawan-kawan dalam aksi ini tidak menyetujui tindakan bunuh diri yang dilakukan almarhum, namun bagi kami tindakan almarhum dalam memperjuangkan idealismenya patut untuk dikenang serta untuk semangat kami dalam melanjutkan perjuangan demi Indonesia yang lebih baik. Aksi ini diisi dengan orasi serta happening art dari peserta aksi, berikut kronologis aksi solidaritas tersebut