Setelah dua
minggu terakhir ini mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi unjuk rasa menolak
kenaikan harga BBM, aksi mereka akhirnya menemui jawaban pada Sidang Paripurna
DPR Jumat 30 Maret lalu. Meski hasilnya mengecewakan dan tidak sesuai dengan
tuntutan demonstran karena hasil akhirnya adalah pemerintah dapat menaikkan
harga BBM dalam 6 bulan kedepan berdasarkan pertimbangan harga minyak dunia,
namun ada yang bisa dijadikan catatan dari aksi demonstrasi yang dilakukan
kemarin. Menurut data yang dikeluarkan Kontras terjadi peningkatan aksi demonstrasi
penolakan kenaikan harga BBM dari bulan Januari sejumlah 13 Aksi , Februari 18
aksi dan di bulan Maret meningkat hingga 97 aksi
“Duduki dulu tuntutan belakangan...!!” Begitu bunyi salah satu poster yang tertulis pada poster seorang aktivis Occupy Wall Street. Masyarakat dunia dikejutkan dengan ribuan orang yang tiba-tiba berkumpul, membuat tenda serta berdemonstrasi di Jantung perekonomian Amerika Serikat tepatnya di Jalan Wall Street New York. Mereka datang dari berbagai macam aliran politik seperti aktivis kiri, lingkungan hidup, feminis, perdamaian hingga aktivis buruh . Gerakan Occupy Wall Street memilih kawasan Wall Street yang dikenal sebagai pusat perekonomian dunia sebagai simbol ketamakan kapitalisme yang selama ini didengungkan membawa keadilan ekonomi bagi masyarakat. Gerakan ini kemudian merembet ke beberapa kota dan negara seperti Oklahoma, Seattle, Chicago, Paris, India, Jerman hingga Indonesia dengan sasaran yang sama yaitu simbol-simbol perusahaan korporasi berpusat/mendirikan kantornya.
Gerakan pendudukan Wall Street ini kalau kita runtut sejarahnya bukanlah gerakan yang muncul begitu saja. Sejak konferensi WTO tahun 1999 saat berlangsungnya konferensi WTO di kota Seattle Amerika serikat, gerakan anti kapitalisme global mulai menunjukkan jati dirinya di jalanan dan tidak lagi berada di belakang layar. Gerakan ini kemudian mengilhami gerakan serupa di beberapa negara lain yang mengadakan konferensi WTO seperti Itali, Ceko dan Kanada. Gerakan anti kapitalisme sering pula sejalan dengan gerakan anti perang yang muncul sejak kebijakan Bush untuk menginvasi Irak pada tahun 2003 dengan dalih adanya kepemilikan senjata massal oleh Negeri 1001 dongeng (yang belakangan diketahui nihil) padahal sejatinya invasi itu bertujuan untuk menguasai cadangan minyak dunia oleh korporasi. Gerakan ini seolah menantang tesis Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History yang menyatakan abad 20 adalah abad dimana demokrasi dan kapitalisme adalah satu-satunya jalan untuk membebaskan umat manusia.