Tahun 2013 Saya (Tentang Pekerjaan)
Tentang Pekerjaan
Ya setahun telah berlalu, saya buka tulisan ini dengan apa yang terjadi di 2013 kemarin, karena menurut saya ini tahun yang berat, sangat berat malah. Bulan pertama saya diterima kerja di koran tempat saya kuliah dulu yaitu koran UNS. Mengapa dulu? Karena ceritanya saya harus mundur dari kampus tersebut karena jumlah sks saya dianggap tidak dapat memenuhi target. Penuh penyesalan? Dengan jujur saya katakan iya, saya merasa bersalah dengan orang tua saya yang membiayai kuliah sejak awal. Saya sangat berat ketika mengatakan kepada mereka bahwa saya harus pindah ke kampus lain.
Hal ini meski membuat saya down beberapa saat namun kemudian menyadarkan saya, jalan yang kita pilih pastilah beresiko, dan ini resiko yang sebetulnya sejak awal sudah saya perkirakan. Meski begitu penyesalan ini tidak berlarut-larut karena bulan-bulan saya disibukkan dengan lahan belajar baru saya menjadi wartawan.
Setelah melalui wawancara kerja yang tidak begitu berat saya diterima kerja tepat setahun yang lalu. Awalnya saya hanya iseng melamar kerja, terinspirasi dari buku Pramoedya yang saya baca berjudul Sang Pemula yang bercerita tentang awal mula koran yang didirikan Tirto Adhi Soerjo, saya berpikir menjadi wartawan pastilah menyenangkan.
Saya sendiri terkejut bahwa kemudian saya harus kembali ke UNS lagi tidak untuk kuliah namun untuk kerja. Ceritanya koran itu dibuat untuk menampilkan prestasi dan profil dari UNS yang selama ini jarang muncul di media, harapannya UNS dapat dikenal tidak hanya di masyarakat luas, tidak seperti selama ini yang masyarakat kadang masih saja salah mengira UNS itu Universitas Negeri Semarang hehehe...
Oke lanjut setelah rapat pertama menentukan tema, saya masih ingat betul edisi pertama membahas tentang UNS menuju World Class University, saya belajar wawancara dengan orang sehubungan dengan tema yang diangkat.
Saya kalo tidak salah kebagian mewawancara rektor dan beberapa mahasiswa, meski berjalan mulus namun sebenarnya saya mengalami kesulitan ketika harus bicara dengan orang yang tidak saya kenal sebelumnya.
Kekurangan saya ini kemudian menjadi beban pikiran ketika melakukan wawancara, meski tidak sampai pingsan ketika wawancara orang (jangan sampai deh :D ) namun perasaan tidak nyaman ini terus saya renungkan tiap malam.
Setelah wawancara saya kemudian banyak belajar menuliskannya dalam bentuk berita dari 2 sahabat saya yang sudah jadi wartawan lebih dulu Yasser dan Mas Adil hehehe.. Dari mereka saya bisa merampungkan tulisan yang saya bilang not bad lah (atau redaktur saya yang jago editnya ahahaha).
Tepat pada hari ulang tahun saya 21 Januari, koran UNS yang bernama koran Sebelas Maret (SM) resmi meluncur, dan wow bangga juga rasanya tulisan saya dibaca banyak dosen dan mahasiswa yang hadir ketika peluncuran koran.
Sebulan berjalan akhirnya waktu yang ditunggu oleh orang yang sudah bekerja adalah ketika gajian tiba, ahahaha.. Rasanya senang menerima gaji pertama, saya berikan setengahnya ke orang tua saya, saya jajanin adek saya, teman-teman dan saya bisa beli hp baru, waktu itu saya berkata dalam hati "Ooo gini tow orang kerja dan menerima gaji, pantas banyak mahasiswa yang pengen cepet lulus hehehe.." Meski tidak seberapa besarnya, cool aja rasanya hobi menulis bisa dibayar.
Bulan dan bulan berlalu, koran SM dengan berbagai pertimbangan perusahaan dan UNS hanya terbit sebulan 2 kali dari tadinya yang direncanakan seminggu sekali. Mungkin orang lain melihat kerja saya sangat enak cuma kerja 2 minggu sekali namun di sisi lain saya justru menjadi malas. Berulang kali saya kerap mengulur pekerjaan meski diingatkan redaktur saya.
Hal ini berimbas saya sering tidak cocok dengan suasana kerja di kantor (btw kantor saya waktu itu di radio ptpn), saya kesana hanya menjelang deadline dan yang jadi semangat saya ke kantor adalah koneksi internet yang cepat, lain itu tidak hahaha...
Rasanya bertambah lelah dan penat ketika hari Senin dan Rabu tiba, yang pertama rasa ketidaknyamanan saya untuk wawancara orang semakin bertambah yang kedua dikejar deadline karena kebodohan saya sendiri hehehe..
Kalo saya lihat lagi sekarang memang menyebalkan sekali kalo punya wartawan malas kaya saya hehehe... Masih tentang pekerjaan, ketika kerja di SM saya jadi tahu rasanya membuat janji, menunggu orang untuk wawancara, berlari mengejar berita, mengakali berita ketika kurang dan pengalaman menulis yang lain dari yang biasanya saya lakukan.
Pertengahan tahun perasaan tidak nyaman saya sendiri terus bertambah, saya pikir saya memang tidak cocok bekerja di lapangan, meski tidak terlalu berat secara pekerjaan namun hati saya mengatakan saya sudah tidak bisa lagi melanjutkan.
Pasca lebaran saya sering merenung tentang yang saya lakukan, saya sering terbangun dengan perasaan tidak nyaman karena deg-degan deadline meskipun hari itu tidak ada jadwal, penuh tekanan untuk menyelesaikan tulisan, meski kadang saya kemudian berpikiran positif dan semangat melakukan wawancara namun semangat itu tidak bisa saya jaga, karena begitu cepat kemudian semangat itu hilang.
Akhirnya dengan pertimbangan yang cukup saya memutuskan untuk berhenti. I am tired of this, i think its time to stop, saya sudah tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaan ini, saya lelah ditekan dan saya tidak bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaan di lapangan. Sore itu di bulan kesebelas koran SM, saya menyerahkan surat pengunduran diri saya, saya sudah tidak ada semangat lagi untuk melanjutkan, saya putuskan menyerah saat ini..
Tentu ini pelajaran hidup yang menurut saya sangat berharga dan saya sangat berterimakasih untuk semua yang di koran SM (Dipo si fotografer yang sering nyemangatin saya, Mas dani temen reporter saya yang juga kadang malas ahahaha, Mas Airil yang tahu kopi favorit saya, Mas Fred si layouter yang membuat saya kagum kalo ngelayout koran secara kilat, Ria lulusan TI yang demen film korea, Mbak Irin yang galak dan tidak bosan memarahi saya, Pak Anas yang kalo rapat mengingatkan saya suasana rapat di himpunan dan Rahmad yang doyan sejarah,miss you all).
Saya rasa saya sekarang merindukan deadline hingga pernah jam 2 pagi baru pulang, perjalanan pulang saya dari ptpn melintas Mangkunegaran yang membuat saya sering melamun hingga warung makan depan PTPN, tempat saya biasa membeli es kopi dan rokok.
Dan cerita 2013 kemarin sepertinya terus berlanjut..
0 comments