Pada mulanya adalah kata
Berubah menjadi mantra
Kemudian menyandera mata
Tersihir saat membaca
Pada mulanya adalah kata
Berkonspirasi dengan semesta
Menghendaki perjamuan
Menjadikan pertemuan
Pada mulanya adalah kata
Berelegi menjadi cinta
Tersembunyi dalam nada
Terdiam di angkasa
Pada mulanya adalah kata
Dunia menguburnya dengan dusta
Segala duka dan nestapa
Padam di pinggir jalan raya
Pada mulanya adalah kata
Memungut ingatan tentang asa
Terlihat jelas pada suara
Karena dia abadi di udara
Pada mulanya adalah kata
Namun berada di dimensi berbeda
Ruang dan waktu tak bertemu
Tidak berpihak pada yang satu
*"pada mulanya adalah kata" frase diatas saya ambil dari esai Sutardji dan sangat terpengaruh bahasan tentang Derrida dalam buku filsafat fragmentaris Budi Hardiman.
Lama sudah tak berjumpa, sudah banyak yang berubah. Anak bayi menjadi remaja, para pemuda menjadi pekerja. Namun kehangatan obrolan di wedangan tak pernah hilang. Hingga larut malam, diselingi kepulan asap dan renyahnya gorengan.
Ah kemudian jiwaku merindukan, masa kecil yang sudah menghilang, berlari-lari menunggu adzan. Demikian orang mengatakan : setiap yang pergi menginginkan pulang, setiap kenangan larut di jalanan..
Beranilah, jangan menjadi manja. Kelak jika nanti orang yang mencintaimu meninggalkanmu termasuk jika itu aku, kau akan tetap pulang dengan kepala tegak, tidak dengan tertunduk. Tunjukkan pada dunia kau perempuan hebat sebagaimana engkau terlihat, sebagaimana engkau terlihat
Kita bertemu pada suatu waktu
Dimana ragu menjadi peluru
Lalu menghujani ruh membiru
Kita berpisah pada suatu kisah
Dimana resah menjadi marah
Dan membakar atom yang lengah
Lantas apa yang kita sisakan ?
Sejumput ingatan bernama kenangan
Dan sebubuk hitam penyesalan
Sejak matahari hendak meninggalkan pagi
Dimana langit lupa untuk berdiri
Kita berkenalan sekali
Bertemu beberapa kali
Berjalan jalan berulang kali
Berdua nonton sesekali
Berbincang sekian kali
Berjauhan seringkali
Berjatuh cinta barangkali..
Mencintai dengan sederhana tidaklah sederhana
Seperti senja yang kehilangan merahnya
Seperti malam yang kehilangan hitamnya
Seperti puisi yang kehilangan maknanya
Seperti lagu yang kehilangan iramanya
Seperti rakyat yang kehilangan kuasanya
Seperti tubuh yang kehilangan jiwanya
Seperti manusia yang kehilangan tuhannya
Sungguh kami telah kehabisan kata-kata keadilan
Keadilan dimana nama Tuhan selalu diucapkan setiap sidang
Kamipun telah kehabisan cerita-cerita kebenaran
Ketika hukum hanya dijadikan transaksi politik murahan
Ayat ayat keadilan hanya tajam menghukum ke tak berpunya
tetapi tumpul menghadapi sang Penguasa
Apa lagi yang akan kami ceritakan ke anak cucu kami?
Bahwa kami menanggung hutang 9 juta rupiah begitu dilahirkan?
Bahwa sumber daya alam telah habis dikuras perusahaan?
atau cerita bahwa kami hanyalah pengangguran karena negara kami telah digadaikan?
Jangan bilang kami tidak berteriak
Karena elit kami lupa cara mendengar
Bahkan kami pun diberi hadiah pukulan atas nama ketertiban
(nemu ini di catatan Facebook saya)
|
yang nari cantik, kamera hp saya yang oon :D |
Hari ini saya melakukan perjalanan ke jogjakarta dalam rangka mengantar teman dan sudah berjanji kepada diri sendiri bahwa harus liburan setelah prosesi rapat kerja cabang dan sidang pleno II kawan-kawan komisariat saya selesai. Sebenarnya janji itu juga karena tanggal 21 Januari kemarin saya merayakan hari lahir yang ke 25 ( usia yang pertama dan terakhir kalo katanya Gunawan Muhammad). meski dalam rencana awal saya pergi hari Sabtu, namun karena ada sesuatu hal akhirnya saya putuskan esok harinya memulai perjalanan.
Minggu jam 6 pagi saya dibangunkan adek saya karena malamnya saya sudah berpesan ke adek saya untuk dibangunkan gimanapun caranya, karena saya seorang yang susah bangun pagi. Gimana mau bangun pagi kalo saya tidurnya juga sudah pagi? hehehe.. Setelah sarapan soto kwali di depan Stasiun Balapan dan berangkatlah saya ke Jogja naik kereta api Prameks pukul 08.30. Sampai di Stasiun Tugu pukul 09.30 kami tidak langsung menuju parkiran, saya sendiri mau merokok sembari duduk karena sepanjang perjalanan di kereta yang ramai kami berdua berdiri. Banyak cerita dan uniknya kalo ngobrol sama anak himpunan obrolannya ga jauh dari masalah agama, negara, organisasi meski baru aja kenal (barangkali nanti saya jadikan postingan blog yang lain heuheuheu..).
Nabi nabi kami tak pernah mengajarkan kami diam terhadap penindasan
Nabi nabi kami tak pernah mengajarkan kami diam terhadap kezaliman
Nabi nabi kami tak pernah mengajarkan kami tunduk terhadap kejahatan
Sejak Adam hingga Nuh
Ibrahim hingga Muhammad
Pemberontakan
Agitasi
Pengorganisiran hingga aksi turun ke jalan
Nabi nabi kami telah melakukan
dan kami meniru apa yang mereka lakukan
bahwa kejahatan harus dikalahkan dan kejahatan pasti dihancurkan
Karena kamilah pewaris para Nabi
Kami menjunjung keadilan
yang tidak cukup diubah dengan lesan
Kami bukanlah budak para tiran
Di tanah air nabi nabi dilahirkan
(sajak untuk para revolusioner dimanapun kalian, kalianlah pewaris nabi sesungguhnya)
Akan tiba saatnya
Relung relung hati itu kuselami
dengan ribuan elegi
dan perasaan yang terpatri
Aku tahu perjalanan ini bukanlah tanpa berhenti
tapi saling mengerti dan berbagi
memahami makna dari waktu yang terus melaju
menafsirkan rindu yang pasti berlalu
Demi Tuhan yang Maha penyayang
Bukankah telah kusampaikan?
Bukankah telah kujelaskan?
Bahwa kelak aku tidaklah sendiri
Mencari arti mimpi dan imaji...
(jakarta,26 maret 2010 di warnet yang gerah...)
Apakah aku berbohong dengan kalimat yang tersurat?
Sekali sekali tidak
Karena itu hanya akan membuatku bisu
Apakah aku harus menjadi orang lain untuk menjadi dekat?
Sekali sekali tidak
Karena itu hanya akan membuatmu menjauh
Apakah aku adalah seorang angkuh yang coba merengkuh?
Sekali sekali tidak
Aku hanya anak yang kelak akan bersimpuh ketika aku lumpuh
Apakah kamu akan meninggalkanku dan menafikkan keberadaanku?
Sekali sekali tidak
Aku tak pernah mengharapkan seperti itu...
(Jakarta yang gerah 26 Maret 2010...)
Senja kala beriman atau mati tertawan
Ketika rebonding dan foto pre wedding diharamkan
Maka mengapa diam ketika korupsi bermunculan dari selangkangan pejabat murahan?
Kehabisan ayat untuk menghakimi atau terlalu sibuk mengurusi ruang imaji?
Melarang berkawan dengan komunis di jaringan sosial berlagak paham dengan konsep ideal
Ketika ditanyakan pada yang berwenang
berlagak tenang menjawab seolah Tuhan
"..saya belum lihat tapi yang jelas komunis berbahaya.."
Hei bung turunlah ke jalan lihat sekeliling kalian. . . !
Kami bukanlah katak dalam tempurung
Yang mudah kau jilat dan kau kurung
Dan biarkan bumi menjadi saksi
Bahwa sejarah telah memanipulasi
Sejarah negeri dan demokrasi !