Bukan Apa Isinya Tapi Bagaimana Membuatnya (Wacana Harga Rokok 50 Ribu)
Bukan ingin saya menambah keruwetan naiknya harga rokok yang
sedang berseliweran di timeline media sosial
saya, namun sebagai anak bangsa yang baru saja berulangtahun ke 71 tahun
ini saya justru ingin mengupas sisi lain dari hebohnya berita yang awalnya (agak)
hoax tersebut yaitu dari sisi medianya.
Baiklah meski kini kabar tentang kenaikan harga rokok itu
sudah bukan hoax lagi karena telah jadi perbincangan di tingkat menteri dan DPR
yang artinya sudah menjadi perbincangan serius, saya justru kagum dengan
kekuatan media online yang pertama kali menghembuskan berita ini.
Bayangkan sebuah media yang (bisa jadi) tanpa redaksi, tanpa
kantor atau bahkan tanpa nama ini sanggup membuat opini yang media mainstream
pun justru terbawa arus dibawanya. Saya jadi teringat meme yang seringkali
disandingkan dengan foto Hitler mengatakan “sebuah
kebohongan jika diulang terus menerus akan jadi kebenaran”, maka di
generasi internet ini saya ingin membuat meme cukuplah sekali kebohongan
disebarkan namun viral di dunia maya maka akan jadi perbincangan sampai istana.
Barangkali si penyebar berita kenaikan harga rokok awalnya
tidak mengira beritanya akan seviral ini, bahkan mungkin saja ia tidak berpikir
bahwa berita yang dibuatnya sanggup membuat galau petani tembakau di seluruh
Indonesia. Yah paling tidak itu yang saya baca di koran lokal hari ini dimana
para petani tembakau di dekat rumah saya tinggal mengatakan jika harga rokok
dinaikkan mereka tetap tidak akan sejahtera sebab permintaan dari pabrik justru
menurun.
Pertanyaan yang terlintas adalah berapa biaya yang
diperlukan untuk membuat sebuah hoax menjadi wacana nasional? Apakah harus
membuat iklan dengan lagu setiap hari di televisi seperti sebuah ormas yang
reff dari jingle tersebut sampai terbawa dalam mimpi buruk saya?
Nah disinilah menariknya menurut saya. Kebetulan saya sedang belajar membuat media
online untuk salah satu hobi saya dan
tentunya biaya yang akan saya paparkan disini sangat bervariatif tergantung
dimana anda mencarinya (Tentu tidak bakal jauh dari modal bisa Google).
Untuk membuat sebuah media di era generasi X langkah pertama
yang anda butuhkan adalah kemampuan online setiap saat. Saya memperkirakan biaya untuk koneksi
internet sekitar 300 ribu per bulan, biaya ini bahkan bisa ditekan jika anda
seorang PPW (Para Pencari Wifi) dan sedikit tebal muka dengan cara mencari
tempat wifi gratis terdekat dari rumah anda setiap ingin online.
Berikutnya yang harus anda miliki adalah akun untuk menulis
ide atau wacana anda. Sebuah wacana
tidak akan berefek panjang jika anda tidak menuliskannya di media yang bisa
menjangkau banyak orang. Untuk keperluan ini anda bisa memanfaatkan situs-situs
gratis yang menyediakan ruang anda untuk menulis dan mempunyai media sendiri.
Supaya situs media ini lebih meyakinkan anda diwajibkan
membeli domain alias alamat belakang
website yang anda miliki. Nama website tidak harus unik yang penting
mudah diingat dan harganya pun
bervariasi mulai dari 10.000 rupiah hingga 150 ribu rupiah untuk .ID (yang
artinya anda berada di Indonesia).
Jika anda mempunyai uang lebih bisa juga menambahkan hosting
yang fungsinya menampung data di website anda agar lebih mantap tampilannya,
biayanya juga murah mulai dari 20ribu hingga termahal jutaan rupiah perbulan.
Ini sangat bergantung dengan wacana yang anda bangun apakah bersifat kualitas
atau kuantitas dimana pilihan ini akan menentukan besarnya biaya yang harus
anda keluarkan.
Tidak lengkap rasanya sebuah media tanpa kekuatan sosial
media yang memang penyebar wacana viral itu. Jika anda berpikir semua jempol
dan mention sebuah akun sosial media semuanya murni usaha manual maka anda
salah besar. Saat ini anda dapat membeli sebuah fanspage atau akun Twitter
bahkan dengan pilihan rincian yang bisa anda beli.
Rincian ini termasuk jumlah like, follower, jenis kelamin,
usia dan sebagainya. Anda sebut saja yang anda minta maka penyedia jasa
tersebut biasanya bisa mengabulkan. Biayanya mulai dari ratusan ribu hingga
jutaan rupiah lagi-lagi tergantung kemana anda akan menyebarkan berita anda dan kekuatan
finansial anda.
Tak perlu lagi menyewa buzzer dan selebtwit yang kondang itu
karena anda sendiri penguasa medianya. Bisa jadi andalah yang akan disewa
mereka untuk menjadi selebtwit selanjutnya karena kemampuan anda menyebarkan
wacana di dunia maya (loh).
Terakhir dan tidak kalah penting buatlah judul yang bisa
membuat orang membagikan meski tidak membaca isinya. Jikapun orang membaca
isinya pastikan tulisan anda mengutip pernyataan ahli yang tidak perlu kompeten
asal nyambung saja dengan wacana yang ingin anda viralkan.
Sekarang tinggal mencari waktu yang tepat dan berdoa saja
semoga berita yang anda buat menjadi viral
dan dilirik media mainstream. Kunci kesuksesan anda akan bergantung pada
momentum di dunia nyata. Betul langkah
terakhir ini membutuhkan kemampuan anda menganalisis, namun sebetulnya ini bisa
diatasi dengan memperhatikan trending topik di akun media sosial anda.
Percayalah Paolo Coelho si novelis kesayangan saya pernah mengatakan jika kamu benar-benar menginginkan sesuatu
niscaya alam akan mendukungmu.
Jika saya total berapa biaya yang dikeluarkan untuk menggolkan
wacana anda di republik ini sebetulnya hanya sekitar 5 juta rupiah saja. Tentu
ini jauh lebih hemat dibandingkan anda mendirikan media sesungguhnya,
mengumpulkan KTP dengan tujuan menjadi walikota atau berdemonstrasi di jalanan
(yang menurut saya sungguh melelahkan).
Saya sendiri berpikir berita kenaikan harga rokok ini
menjadi sukses besar karena bertepatan dengan pengumuman APBN tahun depan yang
diumumkan Presiden beberapa hari sebelumnya. Dan saya menyesal tidak
memperhatikan pidato tersebut sebab pada
akhirnya bukan wacana saya yang diangkat yaitu dimungkinknnya kebijakan
nasional sarjana tanpa skripsi.
0 comments