Melihat fenomena makin maraknya komunitas-komunitas yang menyatakan
dirinya sebagai pecinta lingkungan yang biasanya didominasi anak-anak muda
serta gencarnya himbauan untuk melakukan gerakan cinta lingkungan dari
Pemerintah dan Korporasi, saya jadi tertarik untuk menulis kegelisahan saya. Gerakan
mencintai lingkungan tersebut di satu sisi memang harus didukung dan merupakan
perbuatan mulia namun gerakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman
bahwa gerakan yang berasal dari kesadaran individu tidak akan bisa menyelesaikan
masalah kerusakan lingkungan karena sesungguhnya kerusakan lingkungan yang
terjadi lebih didominasi karena sistem kapitalisme yang saat ini dilakukan
oleh korporasi multinasional yang beroperasi di berbagai Negara. Tulisan ini
untuk membedah siapa sebenarnya penyebab kerusakan lingkungan, mengkritisi CSR serta apa solusi untuk dunia yang lebih baik
Setelah dua
minggu terakhir ini mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi unjuk rasa menolak
kenaikan harga BBM, aksi mereka akhirnya menemui jawaban pada Sidang Paripurna
DPR Jumat 30 Maret lalu. Meski hasilnya mengecewakan dan tidak sesuai dengan
tuntutan demonstran karena hasil akhirnya adalah pemerintah dapat menaikkan
harga BBM dalam 6 bulan kedepan berdasarkan pertimbangan harga minyak dunia,
namun ada yang bisa dijadikan catatan dari aksi demonstrasi yang dilakukan
kemarin. Menurut data yang dikeluarkan Kontras terjadi peningkatan aksi demonstrasi
penolakan kenaikan harga BBM dari bulan Januari sejumlah 13 Aksi , Februari 18
aksi dan di bulan Maret meningkat hingga 97 aksi