Ini jam 3 dinihari
Ini jam 3 dinihari dan saya sedang mencari mi di wedangan untuk mengisi perut saya yang demonstrasi. Tulisan ini saya buat karena teringat kata kata karl marx " kalian miskin bukan karena takdir kalian, bukan karena orang tua kalian tetapi karena sistem yang memiskinkan kalian, sistem kapitalisme..! " dalam Manifesto Komunis yang ditulis bersama sahabatnya Engel hampir 1 abad yang lalu. Ketika itu Marx melihat keadaan yang terjadi di sekitarnya sangat miris, buruh yang bekerja di pabrik2 selama 12-14 jam, anak anak yang dijadikan buruh seperti orang dewasa dan upah yang diterimanya sangat rendah. Lahirnya revolusi industri yang diharapkan membawa kesejahteraan bagi rakyat tak berpunya ternyata malah semakin menindas. Keberadaan kaum miskin ( yang kelak dinamakan Marx kaum proletar) yang sudah dihisap sejak jaman feodal semakin menjadi karena kapitalisme mengharuskan mereka bekerja keras hanya demi sesuap nasi. Dan sekarang tahun 2010, hari ini dimana saya masih bisa makan semangkok mi, keadaanya tidak jauh beda. Sebut saja namanya Hasan, murid kelas 3 SMP yang setiap saya jajan di sini bertemu dengannya. Dari wajahnya dapat terlihat wajah kelelahan ditambah kantuk. Saya coba mengobrol sambil menunggu mi dipesan. Dari obrolan tersebut saya mendapat pelajaran yang berarti. Hasan seperti anak lain seusianya ingin bersekolah dan meraih cita-citanya. Untuk memenuhi biaya tersebut dia terpaksa ikut membantu orang tuanya yang berjualan wedangan. Dia sendiri mengatakan ketika bersekolah masih merasa ngantuk sehingga kadang sulit menerima pelajaran yang diberikan di sekolahnya. Namun begitu dia tetap semangat untuk bersekolah
Lalu apa akan menceritakan itu saja? Tentu tidak, saya tidak seperti penulis media cetak yang memuji semangat Hasan untuk tetap bersekolah dan membantu orang tuanya hingga dinihari Justru sebaliknya saya pertanyakan pemerintah mana yang membiarkan anak di bawah umur untuk terus bekerja tanpa upah dan masih menindasnya dengan tingginya biaya sekolah? Sistem keadilan sosial apa yang sebenarnya dijalankan oleh pemerintah ini? Haruskah dipertahankan ketidak adilan ini?Hasan mungkin masih beruntung dibanding ribuan (mungkin ratusan ribu) anak lain yang saat ini tidak bisa merasakan manisnya pendidikan. Mereka harus bertarung di jalan, menjadi pengamen bahkan meminta minta hanya untuk memenuhi isi perutnya.
Ini jam 3 dinihari sementara saya menulis ini dan Hasan kembali melayani pembeli, puluhan anggota dewan kita, pejabat ekskutif dan para pengusaha sedang larut dalam mimpi. Mereka tidak dipusingkan bagaiman acara membiayai pendidikan apalagi membeli nasi. Ya, karena mereka digaji dari pajak yang setiap hari Hasan beri kepada petugas retribusi. \Saya menulis ini di tengah tangis ibu pertiwi, di mana rakyatnya menjadi korban pemerintah sendiri..
" pendidikan adalah hak setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar" tulisan dalam lembaran konstitusi itu melintas di pikiran saya, tapi saya ragu mampir di mimpi mereka.
1 comments
Hm.. Lumayan tulisannya, terarah dengan baik, pesan yang mau disampaikan juga jelas.
ReplyDeleteBtw, pernah nulis cerpen atau novel?