Lagu Seorang Demonstran



“ Mereka dirampas haknya tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami, untuk membebaskan rakyat ”(Darah Juang – Marjinal)

Lagu ini adalah lagu pertama yang akan bercerita tentang kehidupan saya. Sebuah lagu yang membuat saya selalu bergetar ketika mendengarnya. Mungkin karena lagu ini dengan jujur menceritakan kondisi republik selain itu juga lagu ini adalah lagu demonstrasi pertama yang saya hapal. Sebenarnya masih banyak lagu  yang biasa dinyanyikan mahasiswa, buruh, petani ketika turun ke jalan.  Dari lagu-lagu yang biasa didengar kaya Halo-Halo Bandung, Bangun Pemudi Pemuda atau lagu yang jarang atau bahkan tidak pernah tedengar di luar demonstrasi baik itu di tv maupun radio, seperti lagu Darah Juang yang sedang saya ceritakan.
“ Kenapa siy mahasiswa harus turun aksi?” Itu pertanyaan yang sering saya dengar waktu habis demonstrasi. Saya biasanya jawab demonstrasi ni sebenarnya juga masalah cinta kaya pacaran kuk. Hanya bedanya obyek cinta kalo kita turun aksi adalah mereka yang tertindas oleh kebijakan penguasa. Berbeda dengan kebanyakan anak-anak muda lain yang mengartikan cinta sebatas hubungan dengan lawan jenis, bagi saya cinta itu bisa lebih luas dari sekedar itu. Cinta juga bisa berarti memikirkan keluarga, orang-orang sampai generasi anak cucu mendatang yang tidak sempat menyuarakan pendapat sama pemerintah ketika mereka dizalimi. Cinta saya kepada mereka inilah yang membuat saya turun aksi ketika ada kebijakan pemerintah yang sekiranya merugikan orang banyak.
Ga usah jauh-jauh contohnya ketika harga bensin naik otomatis harga makanan di kantin juga naik, begitu juga tarif angkot, fotokopi dan lain-lain. Nah gimana mau jajanin pacar kalau semua harga naik? Ya kan ? bener kan? (tetep balik lagi ke pacaran hehehe…). Tapi serius lagu Darah Juang ini kalau kalian pernah ikut nyanyiin sambil aksi di jalan pasti bakal ngerti kenapa saya bisa bercerita bahwa ini lagu cinta yang luar biasa.
Moment yang paling berkesan dari lagu Darah Juang  adalah ketika saya aksi di pusat kota tempat saya tinggal. Baru tiga kali ikut yang namanya aksi turun ke jalan (dimana yang kedua hampir digebuk pentungan aparat keamanan) dan secara tiba-tiba kakak tingkat mendaulat saya untuk menjadi salah dari orator. Saya awalnya menolak kesempatan itu, karena  saya belum mengerti gimana caranya orasi yang baik dan benar. Namun setelah saya pikir lagi ini kesempatan bagus untuk menunjukkan cinta sekaligu perasaan saya ke republik. Ga semua orang bisa orasi alias pidato di depan ratusan orang, Ga semua orang bisa memimpin nyanyi ratusan orang. Ga semua orang bisa menunjukkan cintanya ke Republik di jalanan. Maka saya langsung memberanikan diri untuk menjadi orator. Saya lupa berapa lama melakukan orasi namun orasi itu sangat membekas karena orasi itu saya akhiri dengan lagu Darah Juang bersama ratusan teman yang waktu itu turun ke jalan.
Kata teman-teman saya beberapa waktu kemudian, isi orasi yang saya lakukan saat pertama itu banyak diamnya alias kurang banyak variasi kata, masih terlihat ketakutan dan  tangan saya gemeteran bawa Megaphone. Namun kata teman-teman nilai plusnya saya waktu itu adalah sangat bersemangat waktu orasi. Bukankah ciri-ciri kaya gini sama juga dengan orang yang nembak waktu mau jadian? Bedanya kalo orasi kita ga mungkin ditolak hehehe.., lagipula siapa juga yang menolak ketika sudah satu cinta melawan penindasan?
Oke saya rasa sekian dulu untuk cerita dari lagu pertama bercerita di Bulan September ini. Semoga kita bisa bertemu lagi di jadwal posting selanjutnya. Salam :)

#30HariLagukuBercerita
Oleh : @demimassa   

Share:

0 comments