Resensi Buku: OCCUPY WALL STREET ! (Dari Krisis Keuangan Amerika Serikat (AS) Menuju gerakan Massa Anti Neoliberalisme)


Judul Buku : OCCUPY WALL STREET ! Dari Krisis Keuangan Amerika Serikat (AS) Menuju gerakan Massa Anti Neoliberalisme
Pengarang : Nurani Soyomukti dan Happy Nurwidiamoko
Penerbit beserta edisi cetakan : Intrans Publishing, cetakan pertama
Tahun Terbit : Mei 2012
Tebal Buku (jumlah halaman) : 150 Halaman
Harga Buku : Rp. 36.000
Adakah sistem ekonomi alternatif selain neoliberalisme?
Buku karangan dua penulis muda ini berisi tentang gerakan sosial yang terjadi akhir-akhir ini serta sejarah perekonomian Amerika Serikat (AS) yang sejak 2008 lalu diguncang oleh krisis. Gerakan Occupy Wall Street (OWS bermula pada September 2011 dan masih berlangsung hingga sekarang. OWS menjadi gerakan yang mengejutkan berbagai wilayah dunia karena terjadi di jantung ibukota kapitalisme yaitu AS. Meski tidak gencar diberitakan oleh media-media nasional namun pengaruh gerakan ini dapat kita lihat dengan mudah di jejaring internet. Bisa dikatakan gerakan ini meniru pola revolusi yang terjadi di belahan bumi Arab yang berhasil menjatuhkan rezim-rezim diktator seperti Mesir dan Tunisia.

Dalam bab awal buku ini diceritakan sejarah dari Wall Street serta perannya dalam perekonomian AS. Wall Street sendiri adalah nama jalan di sebuah jalan do kota New York. Tempat ini dikenal masyarakat dari berbagai belahan dunia, karena wilayah elit global menjadikan tempat ini sebagai wilayah untuk mengamati perkembangan bisnis dunia (halaman 7). Sejak awal abad 17 wilayah ini merupakan daerah tempat pedagang dan penjual saham melakukan transaksi surat utang. Dari sejarah tentang Wall Street yang dituliskan dalam buku ini kita jadi mengerti mengapa sistem politik serta kebijakan AS tidak bisa dilepaskan dari apa yang terjadi di Wall Street. Dalam bab ini juga menceritakan bagaimana sejarah Wall Street yang ternyata tidak sekali ini saja terkena krisis. Pada tahun 1929 pusat perekonomian ini terkena krisis pertama kali yang dikenal dengan istilah Black Tuesday (halaman 15). Meski kemudian AS menempatkan diri sebagai negara adidaya pasca perang dunia II namun ancaman krisis ekonomi terus membayangi seiring sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan sebagai kebijakan ekonominya
Akhir 2008 gelombang unjuk rasa besar-besaran seiring jatuhnya Wall Street kedalam jurang kehancuran menandai era baru dalam peta politik ekonomi global. Kapitalisme yang mengagungkan doktrin lepasnya campur tangan negara dalam urusan perekonomian ternyata tetap meminta bailout dari Negara ketika mengalami bangkrut (halaman 8). Meningkatnya pengangguran, kehilangan tempat tinggal serta turunnya tingkat pendapatan masyarakat AS membuat mereka turun ke jalan untuk menyuarakan perubahan. Krisis yang terjadi terakhir ini disebabkan boom gelembung kredit perumahan yang sebagian besar tidak dapat dilunasi oleh masyarakat AS sehingga menghasilkan goncangan dalam perekonomian AS. Kekhawatiran akan kembali terjadinya krisis ekonomi ini akan terus terjadi mengingat perekonomian AS saat ini sangat terintegrasi dengan perekonomian dunia yang lain terutama Eropa serta Asia.
Bentuk gerakan perlawanan terhadap ketidak-adilan di AS sendiri bermacam-macam dan bisa ditelusuri sejak tahun 1990an dimana Bush Senior mempromosikan keagungan pasar bebas dan Fukuyama menubuatkan kapitalisme sebagai akhir dari sejarah (halaman 81). Gerakan anti perang yang memotori demonstrasi biasanya beraliansi dengan gerakan aktivis lain seperti gerakan anti globalisasi, anti WTO dan serikat buruh. Gerakan anti globalisasi juga menemui momentum pada saat sidang WTO di AS tahun 1999 di kota Seattle. Gerakan ini juga berlanjut pada tahun 2003 pasca Bush Junior mengumandangkan invasi ke Irak. Tesis tentang kemakmuran yang ternyata semu serta berlumuran darah dibongkar dalam buku ini dengan kajian sejarah politik ekonomi AS.
Kekurangan buku ini walaupun berjudul Occupy Wall Street namun tampaknya penjelasan tentang gerakan tersebut justru hanya disebutkan dalam 10 halaman terakhir. Proses awal serta arah kemana gerakan ini seolah tidak tuntas dijelaskan. Padahal jika mau meneliti lebih lanjut seharusnya duet penulis ini bisa mengkaji lebih dalam tentang keberagaman yang ada dalam OWS serta taktik-taktik yang digunakan dalam menyampaikan tuntutannya. Belum lagi jika mengkaji gerakan OWS yang bisa menyebar hampir seluruh negara bagian di AS tidak hanya di kota New York saja. Buku ini patut dibaca oleh aktivis gerakan sosial atau mahasiswa yang telah memahami sebelumnya tentang berbagai teori madzab ekonomi namun untuk peneliti tingkat lanjut nampaknya masih banyak hal yang perlu ditambahkan dalam buku sehubungan dengan tema gerakan sosial. 

Share:

0 comments