Resensi Novel Gadis Penghafal Ayat

Judul Gadis Penghafal Ayat  
No. ISBN 9789792495027 
Penulis M. Shoim Haris 
Penerbit Serambi 
Tanggal terbit Juli - 2012 
Jumlah Halaman 296 







      Setelah gegap gempita novel religi pada tahun-tahun 2009-2010 lalu tren novel religi nampaknya belum berhenti walaupun jumlahnya sudah berkurang drastis. Kepopuleran novel religi ini tidak lain sejak dikeluarkannya novel Ayat- Ayat cinta yang berhasil memikat ratusan ribu pembaca kemudian dijadikan film layar lebar yang juga menangguk sukses besar. Kesuksesan ini kemudian mengilhami ratusan novel religi lain yang sayangnya tidak semua dikatakan sukses. Nah salah satu novel yang saya baca ini berjudul Gadis Penghafal Ayat . Novel yang ditulis oleh mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam bernama M Shoim Haris ini menjadi menarik karena mengambil cerita yang berbeda dari novel religi kebanyakan. Jika novel religi yang kebanyakan beredar mengisahkan kisah cinta remaja yang dibumbui perjalanan ke luar negeri maka novel ini bercerita tentang keadaan negeri menjelang tahun reformasi 1998.
       Tokoh utamanya bernama Lai seorang gadis yang merupakan anak pemilik sebuah pondok pesantren di Jawa Timur. Selain Lai ada juga tokoh sahabatnya bernama Irma yang merupakan temannya di SMA. Awal dari cerita ini bergulir sejak Lai mendapat surat yang menyatakan dia diterima di Fakultas Filsafat UGM. Lai yang diharapkan meneruskan pondok pesantren milik orang tuanya menemui konflik batin tentang masa depannya. Konflik batin ini kemudian berkembang ketika Lai dan para sahabatnya sepakat membuat buletin sekolah tentang makna kemerdekaan di sekitar daerahnya. Salah satu reportase tentang kehidupan buruh ini mengalirkan banyak sekali sejarah yang lain dari versi orde baru yang secara tidak langsung dituliskan oleh penulisnya dengan percakapan-percakapan antara Lai dengan para sahabatnya. Alur novel ini bagi saya terasa melompat-lompat karena semuanya mengalir dengan cepat tanpa adanya catatan kaki untuk sekedar menjelaskan. Selain mengenai kekejaman Orde Baru pasca kejadian G30S hingga kasus Tanjung Priok semua diceritakan dalam bentuk percakapan maupun pikiran Lai sendiri yang mengungkapkan ketika dia mengalami konflik batin.
        Sebagai novel remaja kehidupan tentang percintaan pun tidak dilupakan, ada tokoh bernama Mas Anto yang diceritakan sebagai aktivis LSM di Kota Surabaya. Mas Anto ini merupakan kakak dari Irma yang sering membagi cerita dan memberi buku pergerakan untuk Lai dan kawan-kawannya. Lai yang mengagumi Mas Anto sebagai tokoh yang pemberani dan cerdas membuat dirinya semakin bersemangat untuk menyuarakan perlawanan terhadap pemerintah dalam tulisan-tulisannya di buletin sekolah. Selain mas Anto cerita tentang Lai dengan keluarganya ditampilkan dengan menarik.
         Pergulatan yang disisipi cerita mengenai filsafat dan agama ini terasa menarik bagi yang pernah membaca buku serupa sebelumnya, namun bagi saya apa yang dituliskan ini bisa jadi sangat berat pembaca terburu-buru melewatkan halamannya begitu saja. Menurut saya juga percakapan-percakapan antara Lai yang tergolong berat ini menjadi kurang masuk akal karena Lai masih SMA. Meski tidak memungkiri ada anak SMA yang mengetahui bacaan-bacaan berat itu namun di era Orde Baru bacaan seperti teorinya Gramsci, kasus Udin, pembantaian 65 yang diungkapkan dalam beberapa halaman novel ini terasa aneh. Lai sang tokoh utama ini di tengah-tengah cerita serasa makhluk yang bukan anak pemilik pesantren namun seorang kutu buku yang bebas mengakses buku-buku kritis dan dianggap kiri pada zamannya. Apa tahun sebelum reformasi kita bisa mendapatkan buku Gramsci jika bukan aktivis yang benar-benar terpandang? Saya tidak tahu tapi menurut saya demam kiri baru terjadi pasca reformasi dimana pelarangan buku bukan menjadi hal yang tabu lagi. Apalagi dalam novel itu juga diceritakan Mas Anto sangat hebat menceritakan segala-galanya dari sejarah bangsa hingga kebobrokan sistem orde baru. Bisakah dibayangkan seorang seperti Mas Anto ini bisa selamat di zaman orde baru? Saya pikir juga sangat sulit diterima akal mengingat orde baru selalu mengawasi aktvis-aktivis di manapun tanpa kecuali saat itu
        Kisah tentang perjalanan reformasi justru diceritakan pada beberapa bab terakhir saja dimana Lai sudah berkuliah dan bertemu kawan-kawan baru di UGM. Sebagai mahasiswa baru yang semangat dalam segala hal lagi-lagi alur cerita berjalan sangat cepat dan kurang detail. Forsad yang dibentuk oleh Lai bersama teman-temannya nampak lancar tanpa ada gangguan berarti menyebarkan propaganda kebohongan orde baru menjelang reformasi. Novel ini diakhiri dengan berhasilnya gerakan reformasi 98 ketika Lai yang menjadi tokoh utama diculik oleh aparat (?) dan dibebaskan. Terasa menggantung meskipun menurut penulisnya kisah Lai ini akan dilanjutkan di seri novel berikutnya. Bagi saya novel ini patut dimiliki oleh mereka yang telah mempunyai pemahaman sejarah,filsafat dan agama yang lebih dulu sebelumnya. Demikian


Share:

2 comments

  1. "Bisakah dibayangkan seorang seperti Mas Anto ini bisa selamat di zaman orde baru? Saya pikir juga sangat sulit diterima akal mengingat orde baru selalu mengawasi aktvis-aktivis di manapun tanpa kecuali saat itu"

    Ya banyaklah yg selamat...hehehe waktu itu memang menakutkan, tapi bukan berarti semuanya bisa diberangus..:)

    ReplyDelete
  2. iya siy mas, tapi setau saya aktivis-aktivis dengan mobilitas tingggi selalu sudah terpantau oleh rezim kan ? hehehe

    ReplyDelete