Menelusuri Kota Lama Semarang (Little Netherlands)
Stasiun Tawang Semarang |
Well setidaknya saat saya kesana kemarin kondisi kota lama Semarang cukup memuaskan mata saya. Saya berangkat pukul 05.15 dari Stasiun Purwosari Solo. Kereta yang saya tumpangi adalah kereta Kalijaga dengan harga tiket Rp 10 ribu rupiah saja. Termasuk murah menurut saya mengingat jarak yang ditempuhnya dan ini pertama kali saya naik kereta ekonomi pasca perbaikan besar-besaran di fasilitas kereta api ekonomi beberapa tahun lalu.
Di Dalam Stasiun Tawang Semarang |
Di stasiun Tawang saya cukup terkesan dengan bangunannya, stasiun ini terlihat bersih serta lengang dan yang jelas masih menyisakan kemegahan arsitektur Belanda. Tembok bata dan pintu berukuran besar menjadi cirinya belum lagi atapnya yang tinggi dan bagian depan stasiun yang nampak baru saja dicat sehingga tampak gagah dan seolah membawa perasaan saya kembali ke masa kolonial.
Danau Depan Stasiun Tawang |
Jalanan masih terlihat lengang di kawasan kota lama Semarang pagi hari, belum terlihat truk-truk yang melintas menuju jalur Pantai Utara Jawa. Jadi saya bisa menikmati jalan-jalan pagi menuju kota lama tanpa banyak polusi dan bising kendaraan. Tampaknya benar sedang ada pembenahan di kawasan kota lama ini karena saya melihat banyak alat berat yang bertumpuk di jalanan sisi selatan. Saya kemudian mengambil jalan pertama menuju kawasan kota lam dan disini perasaan nostalgia kembali ke abad 20 bertambah kuat melihat banyaknya rumah-rumah tua peninggalan Belanda.
Rumah Tua Kawasan Kota Lama Semarang |
Di jalan utama saya melihat ini ada beberapa gedung tua yang terawat dan berubah fungsi seperti gedung Spiegel yang sekarang berfungsi menjadi tempat minum kopi bernama Spiegel Cafe, lalu ada gedung Jiwasraya yang masih berfungsi sebagai kantor, juga ada gedung Marba namun sayangnya belum terawat dengan baik. Belum lagi bangunan-bangunan tua lain yang sebagian besar nampaknya masih dihuni meskipun ada juga yang tidak dirawat dengan baik.
Gereja Blenduk Semarang |
Lanjut di jalan bagian belakang Gereja Blenduk terdapat juga bangunan bernama Peek House yang sekarang beralih fungsi menjadi ruang pameran seni kontemporer Semarang, sayangnya waktu itu tempatnya masih tutup karena saya datang terlalu pagi. Gedung ini juga terawat dan banyak aktivitas bongkar muat barang di depannya.
Peek House Semarang |
Tak terasa sudah hampir satu jam berjalan mengelilingi kawasan kota lama, perut saya pun keroncongan dan ingin mencari tempat makan yang tepat. Pilihan saya jatuhkan di rumah makan Padang di belakang museum 3D Art karena yang buka baru dan saya lihat hanya restoran itu saja. Sembari makan saya juga bertanya pada pemilik rumah makan dimana letak gedung semut yang terkenal dan kata beliaunya ada di bagian ujung kota lama sehingga dari tempat saya sekarang harus berjalan melawan arah kembali ke jalan utama.
Bekas Gedung Pengadilan Negeri Semarang |
Lumayan juga berjalan dari ujung ke ujung mencari Gedung Semut ini dan ternyata sayapun kebablasan sebab tempatnya tidak berada di pinggir jalan. Namun begitu tidak rugi juga karena saya justru menemukan bangunan tua lainnya yaitu kawasan gereja Kanisius dimana terdapat 2 gereja tua yang masih berdiri gagah. Ini masih ditambah dengan komplek sekolah pastur dan biarawati yang sepertinya masih difungsikan hingga sekarang sebab banyak orang di dalamnya.
Kantor Telkom Semarang |
Akhirnya gedung semutnya terlihat dan saya langsung mengambil beberapa fotonya. Sebagai informasi gedung semut awalnya adalah gedung yang digunakan untuk pentas teater, drama dan musik kaum Eropa. Gedung ini dinamakan gedung semut sebab ada dua patung semut yang nangkring di atapnya.
Gedung Semut Semarang |
Pemberhentian terakhir saya di kota lama adalah ngopi di kafe bernama Tekodeko. Kafe ini terletak tepat di seberang kantor Polsek Semarang Utara. Bangunannya merupakan salah satu bangunan konservasi yang menurut saya masih terjaga keasliannya. Tempat dan harganya pun menurut saya pas di kantong dengan pilihan menu minuman yang beragam. Asiknya ruangan untuk perokok berada di teras lantai 2 dengan kursi yang nyaman sambil menikmati jalanan kota lama Semarang.
Tekodeko Semarang |
Baiklah sebagai penutup saya memang ingin melihat kawasan kota lama Semarang yang dulu mendapat sebutan Little Netherland ini. Dari beberapa blog yang saya baca kawasan ini seolah baru hidup kembali setelah sekian lama dipandang sebelah mata baik oleh pemerintah provinsi maupun kotanya. Dari cerita teman-teman saya daerah kota lama Semarang dikatakan sebagai kawasan kumuh dan tidak terawat berbeda dengan kondisi kawasan kota tua Jakarta.
Kota Lama Semarang |
Tags:
artikel
backpacker
Budaya
cerita
jalan-jalan
jawa tengah
kota
kota lama
kota tua
papercraft
sejarah
semarang
wisata
6 comments
Ditunggu catatannya tentang kunjungan ke Lawang Sewu. Sempat merinding nggak di sana?
ReplyDeleteSedang ditulis mbak, ditunggu ya tulisannya, ga merinding karena sedang ada pameran KAI jadi ramai disana hehehe... Terimakasih sudah main ke blog saya :)
DeleteJelajahnya ke kota lama lumayan banyak ya. saya pernah kemari sore-sore, sepi hanya ada sedikit orang. jadinya cuma sedikit kelilingnya
ReplyDeleteIya karena sudah diniatkan hunting gedung tua hehehe... Lain kali harus mampir yang lama kak karena banyak tempat menariknya di bagian belakang, terimakasih sudah mampir kesini :)
Deletewisata kaya gini selalu keren, apalagi masnya gaya foto nya asik nih, jadi kerasa banget kesan kota lama nya.. nice post mas, semoga aku bisa maen ke semarang.. *pengen piknik* :D
ReplyDeleteTerima kasih mbak telah berkunjung, iya harus main ke Semarang banyak wisata bangunan kolonialnya yang menarik :)
Delete