Pamit
"Dunia ternyata tidak sebrengsek pikiranmu" ujar perempuan itu pada suatu sore di stasiun Y.
"Tapi dunia juga tidak seceria bayanganmu bukan?" balas si lelaki sambil lalu dan melanjutkan perkataannya
"Mengertilah dari dulu aku tak mau menenangkanmu dengan cerita-cerita dunia yang bahagia seperti dalam dongeng Cinderella atau sinetron ftv yang sering kau tonton itu"
Bagiku cinta seperti itu justru menjerumuskan bukan membebaskan. Aku hanya berusaha jujur sejak kuputuskan untuk bersamamu, ingat kau perkataanku
Ragukan semua keadaan, berlakulah adil sejak dalam pikiran dan beranilah melawan meski itu pahit dan menyakitkan. Hanya itu yang akan menyelamatkanmu di dunia yang membingungkan, membuat dirimu menjadi dirimu"
"Ah kau ini tak berubah tampaknya, masih saja sibuk dengan pikiranmu. Dan ya, tentu aku masih ingat, kau bisa lihat aku sekarang," jawab perempuan itu lagi.
"Baguslah jika kau masih ingat, dengan begitu tugasku selesai,"
"Jadi selama ini kau anggap itu sebuah tugas? Siapa yang memberimu tugas itu? Aneh kau ini,"
"Hahaha, bisa kritis kau sekarang tampaknya? Lupakan saja perkataan terakhirku, lihat keretaku sudah datang sudah saatnya aku berangkat,"
"Terserah kau saja, yang jelas aku ingin juga melihatmu bahagia, cukuplah kau ini bertualang tak jelas, kau semakin kurus sekarang,"
"Itu bukan urusanmu lagi dan siapa yang bilang aku tak bakal berhenti?" Lelaki itu menjawab sambil mengedipkan satu matanya dari atas gerbong kereta.
Lamban-lamban keretanya berjalan meninggalkan Stasiun Y yang seringkali jadi saksi bisu percakapan seperti ini.
Gladag 27 Oktober 2018
0 comments