Tan Malaka: Pejuang yang Kesepian*
Tan
Malaka barangkali tokoh ini jarang dikenal oleh generasi saat ini. Tidak heran,
selama 30 tahun rezim Orde Baru pemikirannya tidak dikenalkan oleh pemerintah
resmi. Dia dianggap tokoh berbahaya yang bisa menggoncang stabilitas negara. Ketajaman
tulisannya dalam menganalisis kapitalisme diharamkan karena dia dianggap tokoh
kiri. Padahal Tan Malaka sendiri ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh
Soekarno pada era Orde Lama dan belum pernah dicabut gelarnya. Namun siapakah
sebenarnya Tan Malaka? Mengapa tokoh ini masih relevan untuk dibicarakan? Apa
perannya dalam kemerdekaan republik?
Tokoh
bernama asli Sutan Datuk Ibrahim Tan Malaka ini lahir di Pandan Gadang Sumatra Barat pada 2 Juni 1887. Setelah
menempuh masa kecilnya di Sumatera Barat Tan Malaka meneruskan melanjutkan
sekolah di Rijks Kweekschool Belanda pada tahun 1913. Di sana Tan berkenalan
dengan berbagai macam pemikiran. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah
ideologi Marxisme-Leninisme. Bukan suatu kebetulan ideologi pemikiran Marx
sedang menemukan momentumnya di Eropa terutama pasca terjadinya revolusi Rusia
yang dipelopori oleh Lenin. Keberhasilan inilah yang membuat Tan berbeda jalan
dengan pendiri republik yang lain seperti Hatta yang memilih jalan sosial
demokratik lewat sistem ekonomi koperasi. Namun Tan Sendiri bukanlah seorang
Marxis dogmatis yang anti kritik. Dia sendiri menjawab bahwa meniru pemikiran
barat tanpa menimbang kondisi yang berlainan di Indonesia berarti membebek,
membeo dan meniru-niru saja.
Tan
malaka seperti menemukan jalan keluar dari teori marxisme-leninisme bagi kondisi
bangsanya saat itu yang dijajah oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Jauh sebelum
Hatta mengeluarkan Pledoinya yang berjudul Indonesia Merdeka pada tahun 1928 ,
Tan Malaka telah lebih dulu mengeluarkan buku berjudul Naar De Republik Indonesia
tahun 1924. Inilah pertama kali istilah Republik Indonesia ditulis oleh anak
bangsa. Buku ini ditulis Tan dalam pengasingannya di Belanda. Buku ini pula
merupakan inspirator bagi aktivis pergerakan di dalam negeri tentang konsep
negara yang berdaulat pasca kemerdekaan. Tan menguraikan pentingnya kemerdekaan
yang direbut oleh tangan sendiri daripada menunggu diberikan oleh pemerintah
kolonial.
Tan
Malaka memulai petualangannya sebagai pejuang yang kesepian dengan melanglang
buana (dengan hampir 11 negara yang menjadi tempat singgahnya). Salah satu
tindakannya yang terkenal adalah ketika dia menyampaikan pidato mewakili PKI di
Rusia pada tahun 1920 yang menyatakan bahwa di negara-negara kolonial komunisme
bisa bersatu dengan gerakan islam untuk mencapai kemerdekaan. Pidato di depan
ratusan perwakilan komunis seluruh dunia mendapat sambutan yang luar biasa saat
itu. Tan ingin meyakinkan kaum komunis bahwa Islam bisa menjadi agama untuk
pembebasan rakyat sebagaimana yang ia lihat dari perkembangan organisasi
Sarikat Islam (SI) di Hindia Belanda. Tan
bergabung dengan SI Semarang yang kemudian berubah menjadi PKI akibat
pertentangan internal antara kubu komunis dan Islam. Tan sendiri tidak berhenti
meneriakkan persatuan antara kedua kubu tersebut meskipun terbukti gagal di
kemudian hari.
Tak
berhenti sampai disitu, Tan Malaka juga menulis tentang bagaimana cara mencapai
kemerdekaan lewat buku Massa Act (Aksi Massa). Pandangan dia tentang revolusi
yang gagal oleh PKI pada tahun 1926 disebabkan karena kaum proletar yang ada
belum sepenuhnya siap merebut kemerdekaan dari tangan Belanda sehingga
menghasilkan kegagalan total, belum ada kesadaran kolektif antara massa aksi,
minimnya kordinasi serta tidak ada dukungan internasional terhadap
pemberontakan tersebut. Akibatnya pemberontakan itu memang tragis bagi kaum
pergerakan. Segala aktivitas yang berbau pemberontakan diredam oleh pemerintah
kolonial Belanda. Aktivis yang terdiri dari kaum buruh dan intelektual itu
banyak yang diasingkan ke daerah-daerah lain di luar pulau Jawa. Namun usaha
pemberontakan itu juga menghasilkan kemajuan. Seperti lahirnya
organisasi-organisasi baru yang sadar akan pentingnya kebangsaan untuk mencapai
kemerdekaan.
Dari
luar negeri Tan terus aktif menulis, setahun pasca Aksi Massa, Tan menulis buku
Manifesto Bangkok yang berisi idenya mengenai persatuan daerah-daerah jajahan
imperial di Asia serta Australia melawan imperialisme. Jika kita membaca
buku-buku Tan maka akan terlihat benang pikirnya dimana yang menjadi puncak
pemikirannya tertuang dalam buku Madilog yang terbit tahun 1943. Buku ini
membedah kesesatan berpikir yang banyak terjadi di penduduk Hindia Belanda saat
itu (yang sayangnya masih terjadi hingga sekarang). Madilog adalah materialisme
dialektika historis nya Karl Marx yang ditafsirkan oleh Tan Malaka dengan
kondisi nasional. Di bab-bab awal bukunya Tan mengkritik masyarakat yang
cenderung tidak rasional, mistis serta berbau takhayul dalam menyikapi suatu permasalahan.
Logika mistis, begitu Tan menyebut harus diganti dengan pola pikir yang
rasional. Logika yang materialis serta dialektis. Bagi Tan masalah pikiran ini
jadi penting untuk syarat tercapainya kemerdekaan. Tan sendiri bukan saja
seorang intelektual yang tidak mempraktekkan apa yang diucapkan. Baginya adalah
penting kesatuan antara teori dan praktek. Sebelum berangkat ke pembuangan Tan
Malaka mendirikan sekolah-sekolah rakyat dengan menguraikan dasar dan tujuannya
yaitu: dikuasainya ilmu alam serta bahasa, pendidikan berorganisasi serta
pendidikan yang berpihak pada kepentingan masyarakat.
Mengenai
perannya dalam kemerdekaan Tan sepulangnya dari petualangan di berbagai negara
dapat dilihat dari tulisan-tulisannya mengenai kemerdekaan. Penolakan Tan
terhadap pendekatan diplomasi pasca kemerdekaan membuat Tan terpisah jalan
dengan pemerintah republik yang sah. Bersama Jenderal Soedirman dia membentuk
persatuan perjuangan yang membuat program minimum demi kemerdekaan yang 100 % .
Tujuh program itu mencakup kedaulatan ekonomi, politik yang tidak bisa ditawar
dalam perundingan. Juga dalam Manifesto Jakarta Tan mengungkapkan sebagai
berikut
1.
Persatuan yang
teguh tegap diantara semua golongan rakyat.
2.
Kemerdekaan
yang penuh dan kini juga.
3.
Jangan
dibolehkan modal asing mengganggu kemajuan perusahaan Indonesia
4.
Ekonomi harus
dikendalikan ( diatur ) dan negara harus menjalankan ekonomi terencana.
Adalah menjadi penting untuk membuka kembali pemikiran-pemikiran Tan
Malaka mengenai republik di tengah-tengah kondisi yang sedang sakit ini. Meski
sudah hampir 1 abad tulisan-tulisan Tan Malaka nampak masih relevan dengan
situasi sekarang dimana imperialisme yang ditulis oleh Tan Malaka telah berubah
wujudnya. Tidak lagi berupa penjajahan fisik namun lebih dahsyat dari itu yaitu
penjajahan melalui peraturan dan kebudayaan.
Akan sangat banyak yang bisa didiskusikan dan kemudian dipraktekkan
dengan membaca ulang karya Tan Malaka tentunya tanpa mengurangi pembacaan ulang
dari tokoh lainnya. Salam
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Disampaikan dalam diskusi HMI kom M.Iqbal 29 November 2012 oleh
Aldian Andrew Wirawan
Bacaan Lebih Lanjut :
-
Karya
asli Tan Malaka ada 26 buah buku. Menurut penulis yang paling penting Aksi
Massa, Madilog dan Gerpolek
-
Biografi
Tan Malaka, ada beberapa yang menarik namun yang paling terkenal ditulis oleh
Harry A Poeze
-
Tempo
edisi Pendiri Republik : Tan Malaka Bapak Republik yang dilupakan
-
Tan
Malaka : Merajut masyarakat dan Pendidikan yang Sosialistis oleh Syaifuddin
-
Dan
lain-lain
Tags:
Aksi
aktivis
Anti globalisasi
artikel
buku
Demonstrasi
imperialisme
indonesia
revolusi
sejarah
tokoh
2 comments
Apa keinginan terbesarmu al?
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete