Jalan Jalan Ke Magelang dan Muntilan (Hari Pertama)
Bosan di kota Solo saya memutuskan pergi ke kota Magelang tepatnya kabupaten Magelang kecamatan Muntilan dimana disana ada rumah teman saya tinggal. Menumpang bis Eka tujuan Magelang saya berangkat dari Solo pukul setengah 4 sore, hanya membutuhkan waktu 2,5 jam dari Solo untuk tiba di tempat pemberhentian saya di kawasan wisata Borobudur Muntilan.
Karena sudah menunjukkan jam makan malam, tempat pertama yang saya kunjungi adalah warung penjual Sego Godog yang merupakan makanan khas dari Magelang. Makanannya sendiri menurut saya wuenak pol semacam bihun godog kalo di Solo namun bihunnya diganti dengan nasi.
Saya dan teman saya makan di PKL Mendut Corner yang terletak di kawasan pemerintahan kecamatan Muntilan. Harganya pun cukup terjangkau, untuk sepiring Sego Godog anda cukup mengeluarkan biaya 12000 rupiah saja plus minum, kenyang dan puas. Untuk malam ini cukup satu tujuan saja lanjut tidur di rumah teman saya.
Pagi hari setelah tidur dengan pulas tidak lupa saya sarapan dulu. Tujuan awal saya dan teman saya sebetulnya ingin mencari jalan ke Puntuk Mongkrong yang saya ketahui dari Google dan Tirto.id. Namun setelah berhasil menemukan jalannya kami memutuskan melanjutkan jalan-jalan ke Gerejo Pithik alias Gereja Ayam yang sekarang menjadi hits pasca tempat ini menjadi salah satu adegan di film Ada Apa Dengan Cinta 2 dimana Rangga dan Cinta melihat sunrise.
Menuju tempat ini anda bisa bertanya ke warga desa setempat karena sebagian besar sudah tahu tempatnya. Dulu tempat ini seringnya dikenal warga dengan nama Bukit Rema saja namun sekarang sudah banyak petunjuk dengan nama Gereja Pithik. Di tempat ini saya memarkir kendaraan dengan biaya 2000 rupiah yang dikelola oleh warga, sedangkan tempatnya sendiri mengharuskan kita berjalan sejauh 100 meteran menuju atas bukit tempat gerejanya berada.
Oh iya untuk harga tiket masuk ke Gereja Pithik adalah 10.000 rupiah per orang. Jika tidak kuat menanjak disediakan juga mobil untuk menuju ke atas dengan harga 7500 rupiah. Barangkali yang tidak diceritakan oleh Rangga sama Cinta di AADC 2 adalah pengelolaan Gereja Pithik ini yang dimiliki oleh perseorangan, jadi warga disana hanya mendapat jatah parkir kendaraan saja tidak lebih.
Masuk ke sana sendirian karena teman saya menunggu di bawah, saya menjumpai suasana Gereja Pithik yang masih dalam tahap renovasi. Di lantai utama terdapat televisi layar datar yang memutar sejarah Gereja Pithik dan disediakan kursi untuk menonton. Saya sendiri langsung menuju lantai 2 dan 3 untuk mengambil foto pemandangan dari atas gereja. Mengapa bernama Gereja Pithik karena memang bentuk bangunan ini berbentuk ayam lengkap dari kepala hingga ekornya. Sayang sekali saya tidak bisa memfoto 5 gunung yang bisa terlihat dari ruang pandangnya karena saat itu sedang tertutup kabut.
Selepas dari sana saya dan teman saya melanjutkan perjalanan, kali ini menuju kota Muntilan. Dari ngobrol dengan teman saya ada satu kawasan di Muntilan yang terkenal dengan nama Pasturan berisi gedung-gedung dan rumah dari zaman kolonial. Letaknya di pusat kota Muntilan tepatnya di komplek sekolah Kanisius. Di tempat ini saya baru mengetahui ada tokoh bernama Van Lith yang sekarang dijadikan nama kompleknya, dia adalah seorang misionaris yang menolak kebijakan kolonial Belanda dan konon sempat dicalonkan oleh Partai Syarikat Islam menjadi anggota Volksraad hmm....
Komplek Van Lith ini masih terawat di dalamnya terdapat sekolah dan gereja yang aktif hingga sekarang. Saya menyempatkan mengambil beberapa foto di komplek ini untuk mengabadikan gereja tuanya. Sebetulnya terdapat Museum Misi di komplek ini namun saya tidak berkunjung ke dalamnya karena sudah puas memandang bangunan tinggalan Belanda dari luarnya saja. Di daerah Pasturan juga terdapat kuburan tua Belanda dan satu gereja lagi di seberang komplek Van Lith yang mencirikan bangunan Belanda dan sempat saya ambil fotonya. Oh iya di komplek Van Lith tidak dikenakan biaya untuk masuk ke dalam kompleknya.
Puas melihat kota tua Muntilan saya melepaskan lelah dan lapar dengan makan Tahu Kupat Magelang. Kali ini letak warung makannya di pinggir jalan utama Jogja-Magelang. Berbeda dengan versi solo tahu kupat disini tak ada bakwannya dan kupatnya banyak hahaha... Harganya juga murah dengan porsi banyak yaitu 8000 rupiah saja satu piringnya.
Malam harinya saya melanjutkan jalan-jalan kali ke kota Magelang dengan tujuan ngopi. Sebagai kota kecil yang baru tumbuh perekonomiannya, tahun lalu saya berkunjung ke kota Magelang belum ada tempat yang asik buat ngopi tapi tampaknya sekarang berbeda. Nama tempat saya ngopi sekarang bernama Aygo Cofee and Co.
Tempatnya cukup strategis yaitu di pertigaan menuju kota Magelang atau di depan mall Artos belok kiri sedikit tengok kiri jalan di restoran Mbak Tatik lantai 2 nya. Disini tersedia banyak pilihan kopi lokal dan variasi kopi serta minuman lain seperti teh dan jus. Menurut saya tempatnya nyaman dan harganya standar untuk tempat ngopi. Seperti biasa saya mencicipi es Americano dan kopi Dieng untuk menemani ngobrol dengan ketiga kawan saya hingga larut malam.
Oke ini catatan perjalanan saya di Muntilan dan Magelang hari pertama dan kedua. Saya akan lanjutkan di posting selanjutnya karena yang ini sudah terlalu panjang hehhe....
Hari kedua : Disini
Karena sudah menunjukkan jam makan malam, tempat pertama yang saya kunjungi adalah warung penjual Sego Godog yang merupakan makanan khas dari Magelang. Makanannya sendiri menurut saya wuenak pol semacam bihun godog kalo di Solo namun bihunnya diganti dengan nasi.
Saya dan teman saya makan di PKL Mendut Corner yang terletak di kawasan pemerintahan kecamatan Muntilan. Harganya pun cukup terjangkau, untuk sepiring Sego Godog anda cukup mengeluarkan biaya 12000 rupiah saja plus minum, kenyang dan puas. Untuk malam ini cukup satu tujuan saja lanjut tidur di rumah teman saya.
Pagi hari setelah tidur dengan pulas tidak lupa saya sarapan dulu. Tujuan awal saya dan teman saya sebetulnya ingin mencari jalan ke Puntuk Mongkrong yang saya ketahui dari Google dan Tirto.id. Namun setelah berhasil menemukan jalannya kami memutuskan melanjutkan jalan-jalan ke Gerejo Pithik alias Gereja Ayam yang sekarang menjadi hits pasca tempat ini menjadi salah satu adegan di film Ada Apa Dengan Cinta 2 dimana Rangga dan Cinta melihat sunrise.
Menuju tempat ini anda bisa bertanya ke warga desa setempat karena sebagian besar sudah tahu tempatnya. Dulu tempat ini seringnya dikenal warga dengan nama Bukit Rema saja namun sekarang sudah banyak petunjuk dengan nama Gereja Pithik. Di tempat ini saya memarkir kendaraan dengan biaya 2000 rupiah yang dikelola oleh warga, sedangkan tempatnya sendiri mengharuskan kita berjalan sejauh 100 meteran menuju atas bukit tempat gerejanya berada.
Oh iya untuk harga tiket masuk ke Gereja Pithik adalah 10.000 rupiah per orang. Jika tidak kuat menanjak disediakan juga mobil untuk menuju ke atas dengan harga 7500 rupiah. Barangkali yang tidak diceritakan oleh Rangga sama Cinta di AADC 2 adalah pengelolaan Gereja Pithik ini yang dimiliki oleh perseorangan, jadi warga disana hanya mendapat jatah parkir kendaraan saja tidak lebih.
Masuk ke sana sendirian karena teman saya menunggu di bawah, saya menjumpai suasana Gereja Pithik yang masih dalam tahap renovasi. Di lantai utama terdapat televisi layar datar yang memutar sejarah Gereja Pithik dan disediakan kursi untuk menonton. Saya sendiri langsung menuju lantai 2 dan 3 untuk mengambil foto pemandangan dari atas gereja. Mengapa bernama Gereja Pithik karena memang bentuk bangunan ini berbentuk ayam lengkap dari kepala hingga ekornya. Sayang sekali saya tidak bisa memfoto 5 gunung yang bisa terlihat dari ruang pandangnya karena saat itu sedang tertutup kabut.
Selepas dari sana saya dan teman saya melanjutkan perjalanan, kali ini menuju kota Muntilan. Dari ngobrol dengan teman saya ada satu kawasan di Muntilan yang terkenal dengan nama Pasturan berisi gedung-gedung dan rumah dari zaman kolonial. Letaknya di pusat kota Muntilan tepatnya di komplek sekolah Kanisius. Di tempat ini saya baru mengetahui ada tokoh bernama Van Lith yang sekarang dijadikan nama kompleknya, dia adalah seorang misionaris yang menolak kebijakan kolonial Belanda dan konon sempat dicalonkan oleh Partai Syarikat Islam menjadi anggota Volksraad hmm....
Komplek Van Lith ini masih terawat di dalamnya terdapat sekolah dan gereja yang aktif hingga sekarang. Saya menyempatkan mengambil beberapa foto di komplek ini untuk mengabadikan gereja tuanya. Sebetulnya terdapat Museum Misi di komplek ini namun saya tidak berkunjung ke dalamnya karena sudah puas memandang bangunan tinggalan Belanda dari luarnya saja. Di daerah Pasturan juga terdapat kuburan tua Belanda dan satu gereja lagi di seberang komplek Van Lith yang mencirikan bangunan Belanda dan sempat saya ambil fotonya. Oh iya di komplek Van Lith tidak dikenakan biaya untuk masuk ke dalam kompleknya.
Puas melihat kota tua Muntilan saya melepaskan lelah dan lapar dengan makan Tahu Kupat Magelang. Kali ini letak warung makannya di pinggir jalan utama Jogja-Magelang. Berbeda dengan versi solo tahu kupat disini tak ada bakwannya dan kupatnya banyak hahaha... Harganya juga murah dengan porsi banyak yaitu 8000 rupiah saja satu piringnya.
Malam harinya saya melanjutkan jalan-jalan kali ke kota Magelang dengan tujuan ngopi. Sebagai kota kecil yang baru tumbuh perekonomiannya, tahun lalu saya berkunjung ke kota Magelang belum ada tempat yang asik buat ngopi tapi tampaknya sekarang berbeda. Nama tempat saya ngopi sekarang bernama Aygo Cofee and Co.
Tempatnya cukup strategis yaitu di pertigaan menuju kota Magelang atau di depan mall Artos belok kiri sedikit tengok kiri jalan di restoran Mbak Tatik lantai 2 nya. Disini tersedia banyak pilihan kopi lokal dan variasi kopi serta minuman lain seperti teh dan jus. Menurut saya tempatnya nyaman dan harganya standar untuk tempat ngopi. Seperti biasa saya mencicipi es Americano dan kopi Dieng untuk menemani ngobrol dengan ketiga kawan saya hingga larut malam.
Oke ini catatan perjalanan saya di Muntilan dan Magelang hari pertama dan kedua. Saya akan lanjutkan di posting selanjutnya karena yang ini sudah terlalu panjang hehhe....
Hari kedua : Disini
Tags:
backpacker
blog
Budaya
cerita
gereja ayam
jalan-jalan
kota
kota tua
magelang
muntilan
pribadi
sejarah
van lith
wisata
0 comments